Judul Buku : Merawat Kebangsaan Berbasis Kearifan Lokal
Diterbitkan oleh : ISKA Press, Cetak Pertama Januari 2021
Penulis : DPD ISKA dari beberapa wilayah di Indonesia
Kompilator Naskah: Eko Sugiyanto dan Ferlan Pangalia
Editor : Alexander Mering
BERBAGAI masalah sosial politik saat ini berkisar di seputar perseteruan akibat penegasan identitas yang berlainan di antara kelompok yang berbeda-beda, sebab konsepsi tentang identitas ini memang mempengaruhi pikiran dan tindakan kita melalui berbagai cara (Amartya Sen, 2006).
Buku “Merawat Kebangsaan Berbasis Kearifan Lokal” ini merupakan buku kumpulan diskusi panjang pada tahun 2018 yang diselenggaran oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) dari beberapa wilayah. Hasil diskusi ini dikumpulkan oleh Eko Sugiyanto dan Ferlian Pangalia dalam sebuah tulisan yang kemudian diedit kembali dengan apik oleh Alexander Mering, seorang alumnus Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXI Lemhannas RI tahun 2020, yang juga pengurus Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA).
Buku yang memuat 13 tulisan dari berbagai daerah ini hendak memotret praktik kearifan lokal yang merupakan salah satu warisan besar para leluhur kita. Praktik tersebut sebagian besar masih bisa ditemukan hingga saat ini.
Misalnya dari daerah Kampung Sawah, daerah perbatasan Jakarta Timur dengan Bekasi ini, dituliskan tentang bagaimana masyarakat daerah itu merawat toleransi di antara sesama penduduknya (hal. 1-14). Betapa tidak, kehidupan toleransi itu sangat penting karena saat ini telah dikotori oleh aksi segelintir orang yang ingin memaksakan kehendaknya untuk hidup dengan satu agama tertentu saja.
Selanjutnya, ada tulisan tentang kearifan lokal dari Suku Dayak di Kalimantan Barat. Di dalam masyarakat Dayak ada ungkapan “Adil Ka Talino, Bacuramin Ka Saruga, Basengat Ka Jubata” yang diterjemahkan secara harafiah bermakna “Selalu adil kepada sesama, selalu bercermin atau berkacalah kepada surga, selalu bernapaslah kepada Tuhan” (hal. 17-30).
Kearifan lokal lain juga bisa diambil dari Jawa Tengah, terkait pelajaran toleransi dari pembangunan Candi Borobudur dan Candi Prambanan (hal. 45-73). Selanjutnya kearifan lokal dari Suku Nias yaitu “sebua ta’ide’ide’o, side’ide’ide”. Kearifan ini biasa dipakai dalam penyelesaian sebuah konflik.
Ada juga kearifan lokal dalam Suku Bugis Makassar dan Toraja yang bisa menjadi inspirasi kehidupan ber-Pancasila (hal. 149-15). Dan masih banyak lagi kearifan lokal yang bisa ditemukan dalam buku setebal 304 halaman ini.
Buku ini juga dilengkapi dengan Pengantar Ketua Presidium ISKA, V. Hargo Mandirahardjo (hal. xv); Pengantar dari Penasihat PP ISKA, Muliawan Mardana (hal. xxi); Pengantar dari Ketua Dewan Pakar PP ISKA, Dr. Drs. Adrianus Asia Sidot, M.Si (hal. xxv); Pengantar Ketua Dewan Kehormatan PP ISKA, Ignasius Jonan (hal. xxvii); dan Pengantar Pastor Moderator PP ISKA, Pastor Dr. Antonius Widyarsono, SJ (hal. xxxi).
Selanjutnya, buku ini juga dilengkapi dengan tulisan dari para pakar yaitu tentang “Gotong-Royong, Musyawarah, dan Mufakat” oleh Trias Kuncahyo. Melalui tulisan ini, sang penulis menyoroti tiga kearifan lokal bangsa Indonesia yaitu gotong-royong, musyawarah dan mufakat. Selanjutnya, Prof. Dr. Mudji Sutrisno, SJ menulis tentang “Kesadaran Kritis dan Aksi Literasi (Aksara).